Monday 9 January 2017

Renungan Sang Pecundang dan Pendosa

Lelaki bertampang kusam itu hanya duduk terdiam di pojokan ruangan,
ruangannya yang sempit,
layaknya seekor kecoak yang terjepit tak berdaya,
Dia hanya diam membatu,
sambil sesekali menggaruk-garuk rambutnya yang tidak terawat.

"Pecundang",
begitulah dia menamai dirinya.

"Aku tak lebih dari seorang pecundang,
seorang yang tak bisa berbuat apa-apa,
atau lebih tepatnya seekor pecundang?"

"Aku selalu berkoar-koar siap membantu, tetapi,
saat aku dibutuhkan,
aku tak bisa berbuat banyak untuk membantu,
Apa itu bukan pecundang?"

"Aku telah mengecewakan orang-orang terdekatku,
bahkan, aku juga mengacaukan mimpi-mimpi indah mereka,
masih layakkah aku disebut bukan pecundang?"

"Aku selalu berteriak-teriak akan selalu ada untuk mereka,
namun, disaat mereka memerlukan kehadiranku,
aku malah menghilang,
Pecundang macam apa lagi diriku?"

"Aku akan selalu mendoakan kalian,
What? Doa?
Hahahaha...pasti aku sedang bercanda?
Jangankan memohon sesuatu kepada-Nya,
Dengan-Nya pun aku tidak akrab,
Dengan-Nya pun aku tidak dekat,
Bagaimana doaku bisa terkabul?
Tuhan pun pasti akan mentertawakanku,
Selain pecundang, aku juga pendosa besar."

"Memohon kepada Tuhan?
Bahkan terkadang aku sendiri bingung,
apa dan siapa yang kusembah.
Aku memang beragama,
setidaknya itu yang tertulis di secarik kertas identitasku,
tapi kenapa aku sering menyembah uang?
tapi kenapa aku sering menyembah harta?
Menyembah kekuasaan?
Menyembah kemuliaan hidup?
Menyembah derajat?
Itu semuakah Tuhanku?

Dia kembali larut dalam keheningan,
ada rasa penyesalan  yang menyesaki dadanya,
ada pemberontakan di dalam pikirannya,
tapi dia tak tahu harus berbuat apa.

"Sebenarnya aku bukan seorang penakut,
tapi entah kenapa tiba-tiba aku menjadi penakut seperti ini,
Aku takut kehilanganmu,
Aku takut menatap masa depanku,
Aku takut melangkah ke depan,
Aku takut dengan kesendirianku,
Aku takut sengsara,
Aku takut miskin,
Aku takut akan duka,
Aku takut....
Dasar pecundang!!"

Braaaakk
Tiba-tiba lelaki itu meninju tembok yang setia menemaninya.
Sang tembok pun retak dan berdarah.

"Hei, kau yang disana!!
Iya, kau!!
Jawab pertanyaanku!!
Masih pantaskah aku menemanimu?
Masih  layakkah aku mendampingimu?
Pikirkan dahulu baik-baik sebelum engkau menjawab!
Bukankah aku sama sekali tidak berguna?
Bukankah aku sama sekali tidak bisa membantu segala kesusahan?
Bukankah aku hanya bisa membuat masalah?
Bukankah aku bisanya hanya menyusahkan?
Bukankah aku malah membuat sial?"

"Seorang pecundang dan pendosa seperti aku,
sama sekali tidak layak bagi siapapun.
Sama sekali tidak pantas dijadikan kawan."

Dasar pecundang!!
Dasar Pendosa!!






No comments:

Post a Comment

Looped Slider

Total Pageviews

Find Us On Facebook

Random Posts

Social Share

Flickr

Sponsor

Recent comments

About This Blog

Footer

Contact With Us

Name

Email *

Message *

Recent Comments

Popular Posts