Saturday 26 August 2017

Virus Hedonisme yang Merekat pada Kehidupan Kita.

Hedonisme, sebuah kalimat yang sepertinya sudah tidak asing di telinga kita. Hedon, berasal dari kata latin yaitu hedone yang artinya kesenangan. Sedangkan Hedonisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti sebuah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai sebuah tujuan hidup.

Orang-orang yang memiliki pandangan ini menganggap bahwa tujuan hidup mereka adalah untuk bersenang-senang. Dalam hal ini, materi mempunyai peran penting untuk mewujudkannya.
Jargon lawas "Muda foya-foya, tua kaya-raya dan mati masuk surga" sepertinya menjadi sebuah pedoman orang-orang hedon.
Pada mulanya, tidak ada yang salah dengan hedonisme sebab nyaris semua manusia menargetkan kesenangan dalam hidup.
Yang jadi masalah adalah ketika seseorang sudah tidak peduli lagi bagaimana cara, sarana dan akibat dari proses pencarian itu.
Secara singkatnya, hedonisme bisa membuat manusia mengabaikan perihal haram/halal, baik/buruk dan salah/benar dikarenakan yang terpenting hanya satu, yaitu tercapainya kesenangan atau terengkuhnya kenikmatan.

Belakangan ini, hedonisme sudah tidak lagi menjadi sebuah pandangan hidup, melainkan sudah berubah menjadi sebuah gaya hidup bagi masyarakat urban.

Gaya hidup yang menonjolkan kemewahan, senang-senang, foya-foya dan menghambur-hamburkan uang.
Seiring dengan naiknya penghasilan/pendapatkan akan ikut naik juga gaya hidup kita.
Bahkan tidak jarang, orang rela lebih memilih untuk berhutang dibandingkan untuk menurunkan gaya hidupnya.

Sesungguhnya tidak larangan untuk memiliki gaya hidup hedon, namun sebaiknya gaya hidup tersebut kita hindari dikarenakan gaya hidup seperti itu dapat menimbulkan efek ekslusifitas yang mengakibatkan munculnya kesenjangan sosial.

Kasus First Travel disebabkan Hedonisme

Belakangan ini di media massa sedang marak-maraknya pemberitaan tentang gagalnya ribuan orang berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah Umroh. Kasus ini menjerat pasangan suami istri Andika Surachman dan Anniesa Devitasari Hasibuan yang menjabat sebagai pimpinan dari perusahaan penyedia jasa layanan Umroh PT First Anugrah Karya Wisata atau First Travel.
Total kerugian yang diderita oleh para calon jemaah mendekati 900 Milyar, sebuah jumlah yang fantastis.
Diberitakan bahwa pasangan suami istri tersebut telah menipu 58.682 orang dikarenakan mereka tidak lekas diberangkatkan ke Tanah Suci seperti yang telah dijanjikan.

Kemunculan dan tamatnya riwayat First Travel yang didirikan di tahun 2011 tersebut tidak memerlukan waktu yang panjang, hanya kurang dari 10 tahun saja.

Banyak yang beranggapan bahwa kehancuran perusahaan tersebut dikarenakan gaya hidup hedon yang dilakukan oleh sang pemilik, yaitu pasangan suami istri tersebut.

Andika dan Anniesa seakan-akan menyimpan dendam nasib lantaran sebelumnya mereka hidup dalam keadaan susah. Seperti yang telah diberitakan, mereka pernah menjadi penjaga sebuah minimarket, penjual pulsa, berdagang burger dan seprai.

Melalui akun sosial medianya, pasangan tersebut sering tampil dengan busana yang glamour, bahkan tak jarang juga mereka berpose di tempat-tempat wisata favorit di berbagai belahan dunia. Bahkan sering juga Andika dan Anniesa memamerkan kemegahan rumah mereka yang laksana sebuah istana.

Namun itu semua berubah di awal tahun 2017 di saat ribuan orang melakukan aksi protes keras. Ribuan calon jemaah menuntut hak mereka untuk diberangkatkan ke Tanah Suci setelah nasib mereka terkatung-katung tidak jelas. Mereka seharusnya sudah diberangkat pada akhir 2015.

Diduga, dana para calon jemaah tersebut digunakan untuk membeli aset-aset pribadi pasangan suami istri tersebut.

Beberapa aset pribadi dari pasangan tersebut telah disita oleh pihak kepolisian, seperti beberapa mobil mewah dan rumah mewahnya. Yang mengherankan adah dana yang ada di rekening perusahaan tersebut hanya tersisa kurang dari Rp 2 juta saja.

Kasus Andika dan Anniesa bisa jadi hanya satu contoh yang ada dari bahaya perangkap gaya hidup hedonisme yang mengancam masyarakat Indonesia.

Gaya hidup konsumtif tidak bisa dilepaskan dari gaya hidup hedonisme yang dianut.
Di satu sisi, pola dan gaya hidup konsumtif memberikan kepuasan dan kenikmatan baik secara fisik maupun psikologi.
Namun disadari atau tidak, gaya hidup konsumtif justru memberikan dampak kurang baik bagi "kesehatan finansial".

Gaya hidup konsumtif dapat dikatakan sebagai pemborosan. Ketika kita masih memiliki daya beli, gaya hidup konsumtif memang mengasyikkan. Kita bisa membeli segala sesuatu bukan hanya yang kita butuhkan, namun termasuk yang kita inginkan.
Namun tanpa kita sadari, perilaku ini akan menjadi kebiasaan yang mengendap dan membentuk suatu karakter yang sulit untuk kita ubah bahkan untuk kita hilangkan.

Ketika kita telah menaikkan gaya hidup kita, maka akan sulit bagi kita untuk menurunkan gaya hidup.
Ini adalah suatu sifat manusia untuk mencari kesenangan dan menjauhi kesengsaraan.
Selain itu ada faktor malu, faktor kenyamanan yang akan menyiksa diri kita ketika sudah mempunyai penghasilan dan ingin memuaskan gaya hidup yang menyamar sebagai kebutuhan hidup kita.

Forum Indonesia berDiskusi untuk Edukasi (IDE) di Sidney, Australia beberapa waktu yang lalu tertarik untuk mengkaji fenomena berkembangnya kelas menengah di Indonesia.
Kelas ini mereka simpulkan sebagai pertanda masih adanya kesenjangan ekonomi dan sosial di masyarakat.
Kecenderungan orang-orang di kelas ini memiliki tingkat penghasilan yang cukup baik namun pola pikir yang dipakai oleh mereka masih membajak cara pandang kelas-kelas di bawahnya.

Dengan kata lain, secara ekonomi mereka sudah mulai membaik, namun dalam bersikap, terutama kepekaan sosial, masih sangat minim.

Soal nasib, mungkin Andika dan Anniesa masih berada di tingkatan ini mengingat rekam jejak keduanya yang sangat drastis dari segi ekonomi.

Yang cukup mengherankan adalah mengapa Andika dan Anniesa lebih memilih "bermain" dengan wilayah agama. Umroh bukan sebuah ibadah sepele yang bisa dimanfaatkan untuk meraup kekayaan.
Seharusnya, agama digunakan sebagai penangkal diri agar terhindar dari gaya hidup boros dan berfoya-foya. Terlebih lagi, hal itu memberikan dampak kerugian bagi banyak orang.

Suroso, dalam Psikologi Islam (2011) mengatakan salah satu penyebab meningkatnya gaya hidup hedonis adalah kemerosotan iman.
"Salah satu larangan agama adalah bersikap berlebih-lebihan atau bersikap boros," tulis dia.
Dengan mengutip teori Glock and Stark, Suroso juga menulis, iman juga akan mengantarkan manusia berbuat kebaikan. Tidak hanya untuk dirinya, tapi juga untuk orang lain.

Tidak hanya Andika dan Anniesa, sesungguhnya semua orang bisa terperangkap oleh hedonisme, termasuk kita, keluarga kita, saudara kita dan teman-teman baik kita.

Tips Supaya Terhindar dari Perangkap Hidup Hedonisme

1. Hidup Sederhana
Bahagia itu sederhana, begitu ungkapan yang dipelopori oleh Farid Stevi, seorang seniman asal Yogyakarta.
Kita perlu menanamkan dalam diri sendiri bahwa kesederhaan adalah kunci kebahagiaan. Tidak perlu bermewah-mewahan, tidak kekurangan sudah bisa menjadi sebuah modal untuk hidup tenang.
Hidup sederhana bisa menjauhkan kit dari ketamakan dan keserakahan.

2. Buat Skala Prioritas.
Hedonisme membuat kita menjadi konsumtif. Untuk menghindarinya, buatlah skala prioritas barang-barang yang kita butuhkan. Mulai dari tingkat urgensi yang tinggi hingga ke rendah. Ingat, apa yang kita butuhkan berbeda dengan apa yang kita inginkan.

3. Berhati-hati Dalam Memilih Teman.
Berteman boleh dengan siapa saja, namun tidak semua teman bisa memberikan pengaruh yang positif bagi kita, terkadang ada pula yang memberikan pengaruh negatif ke kita. Bagaimanapun juga, lingkungan pergaulan bisa mempengaruhi kepribadian dan gaya hidup kehidupan kita. Oleh karena itu kita harus bisa pintar-pintar melakukan filtrasi atas lingkungan pergaulan kita.

4. Menabung.
Bagi para penganut hedonisme, menabung merupakan sesuatu yang sangat susah untuk dilakukan, padahal menabung sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hidup jangka panjang kita seperti untuk membiayai pendidikan anak, membayar DP rumah, persiapan dana pensiun dan kebutuhan-kebutuhan lain yang mendesak.
Menabung tidak harus dalam jumlah yang besar, bisa dimulai dari nominal yang kecil, apabila dilakukan secara terus-menerus tentu nilai tabungan kita akan semakin banyak.

5. Kurangi Jalan-jalan atau Cuci Mata di Pusat Perbelanjaan.
Jalan-jalan dan cuci mata di sebuah pusat perbelanjaan merupakan sebuah aktivitas yang mengasyikan. Bisa dikatakan itu merupakan sebuah refresing yang mudah. Namun akan berbahaya jika hal tersebut menjadi sebuah kebiasaan karena berpotensi menimbulkan niat belanja yang tak terduga dan terencana. Kita sering mudah tertarik untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak ada dalam daftar kebutuhan kita. Di saat itulah terkadang keinginan mengalahkan kebutuhan.

6. Cermatilah Ketika Membeli Barang.
Membeli barang sebaiknya berdasarkan fungsi akan lebih bijak dibandingkan merek atau brand hanya untuk menunjang gengsi.

7. Beramal dan Bersedekah.
Cara ini memang berbau religi, namun ampuh untuk merubah perilaku konsumtif. Dengan beramal dan bersedekah, berarti kita telah berbagi dengan orang-orang yang secara ekonomi tidak seberuntung kita.
Banyak contok Milyader dunia yang mengalokasikan sedikit uang mereka untuk beramal, seperti Bill Gates yang memberikan 60% kekayaannya untuk yayasan Bill and Melinda Gates (yayasan dengan dana paling besar di dunia dan banyak membantu dunia kesehatan dan pendidikan).
8. Mendekatkan Diri Kepada Tuhan.
Setelah melakukan hal-hal yang telah disebut di atas, jangan lupa diiringi dengan peningkatan kadar keimanan kita kepada Tuhan supaya kita selalu bersyukur atas apa yang kita miliki dan tidak mudah iri dengan apa yang orang lain miliki.

Sebagai penutup, tidak ada salah jika kita berdoa semoga kita semua, termasuk keluarga, saudara dan teman baik kita, dihindarkan dari gaya hidup hedonisme.
Ingat, di alam kubur nanti, kita tidak akan ditanyai berapa pendapatan kita perbulannya. Dan semua harta benda kita tidak akan kita bawa mati.

Tuesday 8 August 2017

Just for My Family

Tidaklah seorang Muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanaan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapus sebagian dari kesalahan-kesalahannya.
(HR. Bukhari)

Hadist di atas saya gunakan sebagai penyemangat untuk diri sendiri di saat bertubi-tubi "cobaan" datang.
Dimulai dari datangnya penyakit yang membuat saya benar-benar harus bertekuk lutut menghadapinya.
Ditambah beberapa masalah internal keluarga yang harus saya hadapi.
Mungkin inilah cobaan-cobaan yang harus dihadapi seorang Muslim yang telah menetapkan hati untuk "Hijrah".

Hadist di atas juga sebagai penyemangat untuk saya supaya saya bersabar. Sabar dalam menghadapi semua ini.

Tidaklah perlu saya memaparkan secara detail masalah-masalah yang saya hadapi ini, saya hanya akan memaparkan kulitnya saja supaya Anda yang membaca tulisan ini bisa mengambil hikmah tentang apa yang saya hadapi.

Kenapa saya tulis Just for My Family? Karena saya akan melakukan semua ini untuk keluarga saya.

Ketika badan saya yang dalam kondisi belum 100% fit, saya memaksakan diri untuk bekerja. That's why? Saya punya alasan tersendiri kenapa saya melakukan itu.
Dan saya harus sabar menghadapi orang yang tidak tahu tapi sok tahu dalam bekerja. Orang yang tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu, tanpa tabayun langsung berbicara kesana-kemari menyampaikan opininya.
Saya ikhlas seakan-akan menjadi pesuruh-nya karena saya tahu di sana dia melakukan itu kepada keluarga saya.
Saya sabar dituduh ini-itu dan saya tetap diam.
Biarkan saya yang menanggung itu semua, asalkan kakak saya disana tidak menderita.
Saya tahu tapi hanya pura-pura tidak tahu dengan apa yang Anda lakukan disana.

Saya bersabar dan ikhlas karena saya melakukan itu semua demi keluarga walaupun kadar rasa hormat saya kepadanya berkurang.
Semoga rasa sabar ini tidak ada batasnya.

Saya akan berusaha keras "mengangkat" keluarga walaupun tangan ini harus "patah".
Saya akan tetap melindungi mereka dengan cara saya sendiri.

Bahkan andai saya sakit, selama badan ini belum ambruk, saya akan tetap bergerak demi mereka.

Janji saya di hadapan pusara ayah dan kakak saya, akan saya wujudkan.

Silakan Anda berbuat sesuka hati terhadap saya, silakan Anda berbicara ke orang-orang tentang saya semau Anda.
Tenang, saya akan berusaha untuk tetap diam dan tersenyum.
Tapi, jangan pernah sekali pun Anda usik keluarga saya!
Don't touch my family!!
Karena saya akan melakukan segalanya untuk membantu mereka dan untuk melindungi mereka.

Saya percaya Allah tidak akan diam saja.

Looped Slider

Total Pageviews

Find Us On Facebook

Random Posts

Social Share

Flickr

Sponsor

Recent comments

About This Blog

Footer

Contact With Us

Name

Email *

Message *

Recent Comments

Popular Posts